PEMANTAUAN
TERAPI OBAT
“Kanker Nasofaring”
I. Pendahuluan
Karsinoma
nasofaring (KNF) merupakan salah satu penyakit keganasan yang sering ditemukan
pada orang dewasa, namun jarang dijumpai pada anak.Angka kejadian KNF pada anak
bervariasi antara 1%-5% dari seluruh kejadian keganasan pada anak.Insiden KNF relatif
tinggi di negara-negara Asia Tenggara, Cina khususnya bagian Selatan, Kanada,
Alaska, Greenland, dan Afrika Utara,
di Indonesia kanker ini menduduki peringkat ke 5.6
KNF merupakan keganasan yang muncul pada daerah
nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung).Karsinoma ini
terbanyak merupakan keganasan tipe sel skuamosa. Berdasarkan GLOBOCAN 2012,
terdapat 87.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya (dengan 61.000
kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan) dengan
51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada
perempuan).1-2 KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan
pasien pria dan wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga
60 tahun.1
Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala
yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus, otalgia, hidung
tersumbat, lendir bercampur darah.Pada stadium lanjut dapat ditemukan benjolan
pada leher, terjadi gangguan saraf, diplopa, dan neuralgia trigeminal (saraf
III, IV, V, VI).
2. Pemeriksaan
Fisik
- Dilakukan pemeriksaan
status generalis dan status lokalis.
- Pemeriksaan nasofaring
a.
Rinoskopi
posterior
b.
Nasofaringoskop
( fiber / rigid )
c.
Laringoskopi
- Pemeriksaan
nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band
Imaging) digunakan untuk skrining, melihat mukosa dengankecurigaan kanker
nasofaring, panduan lokasi biopsi, dan follow up terapi pada kasus-kasus dengan
dugaan residu dan residif.
3. Pemeriksaan
Radiologik
a. CT
Scan
Pemeriksaan
radiologik berupa CT scan nasofaring mulai setinggi sinus frontalis sampai
dengan klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan dengan
kontras.Teknik pemberian kontras dengan injector 1-2cc/kgBB, delay time 1
menit.CT berguna untuk melihat tumor primer dan penyebaran ke jaringan
sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah bening regional.
b. USG
abdomen
Untuk
menilai metastasis organ-organ intra abdomen.Apabila dapat keraguan pada
kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT Scan Abdomen dengan
kontras.c. Foto Thoraks Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila
dicurigai adanya kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan
kontras.
c. Bone
Scan Untuk melihat metastasis tulang. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas
untuk menentukan TNM.
4. Pemeriksaan
Patologi Anatomik
- Diagnosis pasti
berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsi nasofaring bukan dari Biopsi Aspirasi
Jarum Halus (BAJH) atau biopsi insisional/eksisional kelenjar getah bening
leher.
- Dilakukan dengan tang
biopsi lewat hidung atau mulut dengan tuntunan rinoskopi posterior atau
tuntunan nasofaringoskopi rigid/fiber.
5. Pemeriksaan
Laboratorium
- Hematologik : darah
perifer lengkap, LED, hitung jenis.
- Alkali fosfatase, LDH
- SGPT – SGOT
Diagnosis banding
1.
Limfoma Malignum
2.
Proses non keganasan (TB kelenjar)
3.
Metastasis (tumor sekunder)
Klasifikasi stadium
Klasifikasi
TNM (AJCC, Edisi 7, 2010)
Tumor Primer (T)
|
|
TX
|
Tumor
primer tidak dapat dinilai
|
T0
|
Tidak
terdapat tumor primer Tis Karsinoma in situ
|
T1
|
Tumor
terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke orofaring dan atau rongga
hidung tanpa perluasan ke parafaringeal.
|
T2
|
Tumor
dengan perluasan ke parafaringeal
|
T3
|
Tumor
melibatkan struktur tulang dari basis kranii dan atau sinus paranasal
|
T4
|
Tumor
dengan perluasan intrakranial dan atau keterlibatan saraf kranial,
hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke fossa infratemporal / masticator
space.
|
KGB regional (N)
|
|
NX
|
KGB
regional tidak dapat dinilai
|
N0
|
Tidak
terdapat metastasis ke KGB regional
|
N1
|
Metastasis
unilateral di KGB, 6 cm atau kurang di atas fossa supraklavikula
|
N2
|
Metastasis
bilateral di KGB, 6 cm atau kurang dalam dimensi terbesar di atas fosa
supraklavikula
|
N3
|
Metastasis
di KGB, ukuran > 6 cm N3a Ukuran >6cm
|
N3b
|
Perluasan
ke fosa supraklavikula.
|
Metastasis
Jauh (M)
|
|
MX
|
Metastasis
jauh tidak dapat dinilai
|
M0
|
Tidak
terdapat metastasis jauh
|
M1
|
Terdapat
metastasis jauh
|
Pengelompokkan
Stadium (Stage Grouping)
Tis
|
T1
|
T2
|
T3
|
T4
|
||
M0
|
N0
|
0
|
I
|
II
|
III
|
IVA
|
N1
|
II
|
II
|
III
|
IVA
|
||
N2
|
III
|
III
|
III
|
IVA
|
||
N3
|
IVB
|
IVB
|
IVB
|
IVB
|
||
M1
|
IVC
|
IVC
|
IVC
|
IVC
|
Penatalakasanaan terapi KNF
Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.
Pedoman modalitas Terapi pada KNF
|
|||
Stadium dini
|
Stadium I
(T1N0M0)
|
Radiasi saja
|
Rekomendasi
II, A
|
Stadium intermediet
|
Stadium II
(T1-2, N1-2
M0)
|
Kemoradiasi
konkuren
|
I, B
|
Stadium local lanjut
|
Stadium III,
IVA, IVB (T3-4,N0-3, M0)
|
Kemoradiasi
konkuren +/-
Kemoterapi
Adjuvant
|
I, A
|
Perencanaan terapi radiasi problematik
(tumor yang berbatasan dengan organ at risk, mis : kiasma optikum)
|
Stadium IVA,
IVB(T4 atau N3)
|
Kemoterapi
induksi, diikuti denga kemoradiasi konkuren
|
II, B
|
Radioterapi
Pemberian
radioterapi dalam bentuk IMRT lebih terpilih dibandingkan dengan 3D-CRT.
Pedoman pemberian dosis dan perencanaan organ yang berisiko.
Kemoterapi
Kombinasi
kemoradiasi sebagai radiosensitizer terutama diberikan pada pasien dengan T2-T4
dan N1-N3. Kemoterapi sebagai radiosensitizer diberikan preparat platinum based
30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali 2,5 sampai 3 jam sebelum
dilakukan radiasi. Kemoterapi kombinasi/dosis penuh dapat diberikan pada N3
> 6 cm sebagai neoadjuvan dan adjuvan setiap 3 minggu sekali, dan dapat juga
diberikan pada kasus rekuren/metastatik.Terapi sistemik pada Karsinoma
Nasofaring adalah dengan kemoradiasi dilanjutkan dengan kemoterapi adjuvant,
yaitu Cisplatin + RT diikuti dengan Cisplatin/5-FU atau Carboplatin/5-FU. Dosis
preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap seminggu sekali.1
Terapi sistemik
pada Karsinoma Nasofaring kasus Rekuren/Metastatik:
-
Terapi
Kombinasi
-
Cisplatin
or carboplatin + docetaxel or paclitaxel
-
Cisplatin/5-FU
-
Carboplatin
-
Cisplatin/gemcitabine
-
Gemcitabine
-
Taxans
+ Patinum +5FU
-
Terapi
Tunggal
-
Cisplatin
-
Carboplatin
-
Paclitaxel
-
Docetaxel
-
5-FU
-
Methotrexate
-
Gemcitabine
-
Capecitabine.1
II. DATA
DEMOGRAFI PASIEN
Nama
|
An.xxxx
|
Tgl
masuk
|
-----
|
Tgl
lahir
|
----
|
Tgl awal
dirawat
|
2015
|
BB
|
49
|
Ruang
|
Anak
|
TB
|
150
|
Status
pembayaran
|
--
|
Usia
|
13 tahun
16 bulan
|
III. RIWAYAT
PENYAKIT TERDAHULU
Didiagnosis
kanker nasofaring sejak 30/12/2015
Alergi tidak
ada.
IV. RIWAYAT
KELUARGA
Tidak ada
V. DIAGNOSIS
Karsinoma
nasofaring (KNF)
Pemeriksaan
penunjang diagnosis
Pemeriksaan biopsi
(30/12/2015):
Keterangan
klinik
|
Tumor
nasofaring
|
mikroskopik
|
Sediaan
berasal dari nasofaring terdiri atas keeping-keping jaringan yang sebagian
berlapiskan epitel torak bertingkat bersilia dan bersel goblet/ di bawahnya
tampak massa tumor epithelial yang tersusun solid dan sinistial diantara
kelompokan sel radang limfosit. Sel tumor berinti pleomorfik vesikuler, anak
inti mencolok. Sitoplasma eosinofilik, mitosis mudah ditemukan. Stroma
fibrotic bersebukan sel radang akut dan kronik serta setempat-setempat
mengandung area nekrosis dan perdarahan
|
Kesimpulan
|
Histologi
sesuai dengan karsinoma nasofaring,
tidak berkeratin tidak berdiferensiasi (WHO3).
|
VI. KELUHAN
PADA SAAT MRS
Pasie datang ke rumah sakit dengan tujuan mendapat
kemoterapi lanjutan. Saat ini pasien tidak memiliki keluhan mual (-), muntah (-),
demam (-) BAK dan BAB biasa.
Catatan tanda-tanda
vital pasien
Tanggal
|
20
|
21
|
22
|
23
|
24
|
25
|
26
|
TD(mmHg)
|
110/70
|
120/90
|
110/80
|
90/60
|
126/70
|
110/70
|
110/60
|
HR( x/menit)
|
80
|
84
|
92
|
124
|
100
|
90
|
90
|
RR (x/menit)
|
20
|
22
|
24
|
24
|
20
|
20
|
20
|
S (˚C)
|
36
|
36
|
36
|
38
|
36
|
36
|
36
|
VII.
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. LABORATORIUM
HEMATOLOGI
|
Hasil
|
Nilai
normal
|
Satuan
|
Hemaglobin
|
11.5
|
13-18
|
g/dL
|
Leukosit
|
6.19
|
5-10
|
103/µL
|
Trombosit
|
212
|
150-440
|
103/µL
|
Hitung
jenis leukosit
|
|||
Basofil
|
0
|
0-1
|
%
|
Eosinofil
|
0
|
1-3
|
%
|
Batang
|
0
|
2-6
|
%
|
Segmen
|
45
|
50-70
|
%
|
Limfosit
|
45
|
20-40
|
%
|
Monosit
|
10
|
2-8
|
%
|
Blast
|
0
|
%
|
|
Pro
mielosit
|
0
|
%
|
|
Pro
limfosit
|
0
|
%
|
|
Pro
monosit
|
0
|
%
|
|
Mielosit
|
0
|
%
|
|
Metamielosit
|
0
|
%
|
|
Eritrosit berinti
|
0
|
/100
WBC
|
|
Erirosit
|
5.05
|
4.6-6.2
|
103/µL
|
Hematokrit
|
37.2
|
40-54
|
%
|
MCV
|
73.7
|
80-100
|
fL
|
MCH
|
22.8
|
26-34
|
Pg
|
MCHC
|
30.9
|
32-36
|
g/dL
|
RDW-CV
|
25.7
|
11.6-14.4
|
%
|
Absolute
neutrophil count (ANC)
|
2.28
|
2.50-7
|
103/µL
|
SGOT
|
32
|
0-38
|
u/L
|
SGPT
|
37
|
0-41
|
u/L
|
B.
RADIOLOGI
Pemeriksaan
Radiologi (30/12/2016)
Foto
thoraks
|
Tidak
tampak infiltrasi/lesi noduler pada paru. Hilus dan pleura tidak tampak
kelainan. Jantung dan aorta tidak tampak kelainan. Sinus diafragma, tulang
dan jaringan lunak tidak tampak kelainan
|
Kesan
|
tidak
tampak kelainan pada jantung dan paru
|
USG
Abdomen
|
Hepar
besar bentuk dalam batas normal, permukaan rata. Tak tampak SOL/lesi fokal.
Struktur vaskuler dan bilier intrahepaik tak melebar. Kandung empedu, lien
dan pancreas tak tampak kelainan. Kedua ginjal besar bentuk dalam batas
normal, pelviokalises tak melebar. Aorta dan praaorta tal tampak kelainan
|
Kesan
|
tak
tampak kelainan pada organ intrabdominal
|
Status
KNF (kanker nasofaring ) 9/2/2017
Bone
scan
|
Telah
dilakukan pemeriksaan Bone Scan dengan Tc-99m MDP, dsis 11.51 mCi.
Dibandingkan dengan pemeriksaan Bone Scan tgl 15/1/2016, saat ini tampak
aktivitas patologis pada region maksila kiri (infiltrasi massa). Tak tampak
aktivitas patologis pada tulang-tulang lainya.
|
Kesan
|
Tidak
tampak kelainan pada bone scan
|
Pemeriksaan
MSCT. Nasofaring
MSCT Nasofaring
|
Progresifitas
massa nasofaring yang meluas ke fossa media basis crania, masticator space
kiri, sinus paranasal, menginfiltrasi lobus temporal kiri dengan
menginfiltrasi m.rectus lateral kiri dan N II kiri. Progresifotas
limfadenopati submandibula, perijuguler, cervicalis posterior kanan kiri, dan
supraklavikula kanan kiri. Sinusitis maksila kiri, ethmoid kiri dan sphenoid
kanan kiri. Kastoiditis kiri.
|
C. PEMERIKSAAN
LAIN-LAIN
Pemeriksaan
ECHO jantung (5/1/2017)
Diagnosis
|
KNF
residif
|
Indikasi
|
evaluasi
pra kemoterapi
|
Keterangan hasil
|
-
Katub-katub
dalam batas normal
-
Dimensi
ruang jantung normal
-
Fungsi
sistolik LV normal CEF (EF 66.7%)
-
Fungsi
diastolic LV normal CE/A 2.3; E/E ;
13.5
-
Global
normokinetik
Kesimpulan : Normal ECHO
|
VIII. CATATAN
PERKEMBANGAN PASIEN
Subjektif , objektif,
Assesmen dan Plan (SOAP)
Tgl
|
S (Subjektif)
|
O (Objektif)
|
A( Assesment)
|
P (Plan)
|
20/2/17
|
Nyeri
bagian leher belakang
|
Skala
nyeri 7-8
Diatasi
dengan pemberian Morfin 10mg/24 jam.
Renjatan
nyeri 8x diatasi dengan dosis renjatan morfin 1 mg
|
Nyeri
teratasi
Perhitungan
dosis morfin berikutnya adalah 20mg/24 jam dengan dosis renjatan 3 mg
|
Monitoring
dan evaluasi skala nyeri
|
21/2/2017
|
Nyeri
bagian leher belakang
|
Skala
nyeri 8-9
dosis
morfin 20mg/24 jam. renjatan nyeri 5x
dengan dosis renjatan 3-5mg
|
nyeri
teratasi dengan pemberian dosis renjatan.
Evaluasi
dosis berikutnya 35 mg /24 jam dengan dosis renjatan 3 mg
|
Monitoring
dan evaluasi skala nyeri
|
Pra
kemoterapi
|
Manitol
20% 210mL
|
Monitoring
respon pasien
|
||
22/2/17
|
Nyeri
|
Skala
nyeri 8-9
Diberikan
morfin 20 mg/24 jam.
Renjatan
nyeri 1 x
|
Nyeri
teratasi dengan diberikan dosis renjatan morfin 5 mg
|
|
Kemoterapi
cisplatin (d1)
Merah
dan Gatal-gatal di badan diatasi dengan dexametason ekstra
|
Merah
dan gatal teratasi
|
Pantau
efek samping jika kemoterapi cisplatin memburuk
|
||
23/2/17
|
Mual
Muntah
3 x
Febris
Lemah
|
Sedang
kemo 5FU
GDS 104mg/dl
Hb 12.5
Leukosit 16.26
Tr 226
|
Kemoterapi
ditunda diberikan :
PCT
drip
Ondansetron
8mg
Ceftazidim
3 x 500mg
|
Monitoring
kondisi pasien (mual, demam,)
|
Nyeri
|
Renjatan
nyeri 2 x
|
Diberikan
dosis renjatan morfin 2 mg
|
Monitoring
skala nyeri
|
|
24/2/2017
|
Mual
(-)
Muntah
(-)
Febris
(+)
|
Tidak
ada renjatan nyeri
Hasil
lab:
Hb
12.5
Leukosit
16,29
Tr :
226
Na:
125
K :
4,3
Cl :
84
Ca :
9
Mg
2,7
|
Gangguan
keseimbangan cairan :
Cairan
+ E+
Lanjut
kemoterapi 5FU
|
Monitoring
keseimbangan cairan pasien.
Monitoring efek samping 5FU
|
25/2/17
|
Mual
(+)
Muntah
(+)
|
Hiponatremi
(125)
Skala
nyeri 2
|
Koreksi
dengan NS 2%/8 jam
|
Pantau
mual dan muntah
|
26/2/17
|
Mual
(-)
Muntah
(-)
|
Skala
nyeri 2
Hb
11,1
Na
137
K 3.8
Cl
9.9
Ca
9.1
Mg
2.0
Leukosit
5.09
Tr
404
|
Lanjut
kemo 5FU
|
Pantau
efek samping kemoterapi
|
IX. DAFTAR
MASALAH PASIEN DAN ASESMEN
Problem medis
|
Subjektif /objektif
|
Assesmen
|
Monitoring
|
KNF
|
Kemoterapi Cisplatin dan 5FU:
Muncul efek samping mual dan reaksi
alergi (gatal-gatal)
|
efek samping teratasi
|
Pantau efek samping kemoterapi selanjutnya
dan pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal dan hati
|
Nyeri
|
Skala nyeri 8-9
dosis morfin dipertahankan 20mg/hari dosis renjatan 5 mg
|
Nyeri teratasi
Skala nyeri saat ini 2
|
Pantau dan evaluasi skala nyeri
|
Mual-muntah
|
Mual muntah sebanyak 3 x diatasi
dengan dexametason 3 x 2 mg
Dan ondansetron 3 x 8 mg
|
Mual muntah teratasi
Saat ini keluhan mual muntah tidak ada
|
Pantau efek samping mual-muntah
|
Gangguan keseimbangan cairan
|
Hiponatremi
Dikoreksi dengan NS + E+
|
Cairan terkoreksi
|
Monitoring keseimbangan cairan
|
Febris
|
Diberikan PCT 3 x 500mg drip
|
Demam teratasi
|
Pantau demam
|
Risiko tinggi infeksi (Febrile
neutropenia)
|
Lekosit 16,29
ANC 2,23
Diberikan antibiotic profilaksis
ceftazidim 3 x 500 mg iv
|
Leukosit normal kembali 5x 103/µL
|
Pantau kondisi pasien, manajemen infeksi.
|
X. CATATAN
PENGOBATAN
Protokol
kemoterapi
Perhitungan LPB/BSA:
-
Cisplatin : 100mg/m2 x
1,2 m2 =
-
Fluorouracil
(5FU) : 1000 mg/m2 x 1,2 m2
=
-
Mannitol
20% : 5 mg/kg
x 42 kg =
Bunyi Intruksi dokter
Hidrasi dengan 2A sebanyak 1200 ml/24
jam
|
|
Hari ke 1
|
Line 1
2A +KCl 14mEq + Ca Gluconas 10mg + MgSO4
0.85 mg (dalam 3000mL/24 jam )
|
Hari ke 2
|
Line 2
30 menit sebelum cisplatin berikan
mannitol 20% 210 mL i.v setelah itu berikan cisplatin 128 mg dalam NS 0.9%
500mL secara iv drip selama 18 jam
|
Hari ke 3
|
5FU 280 mg diberikan secara iv drip
dalam NS 0.9% 500mL selama 18 jam
|
Profil
penggunaan obat
Tgl/Obat
|
20
|
21
|
22
|
23
|
24
|
25
|
26
|
27
|
28
|
1
|
Dexamethasone
3 x 2mg
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
||||
Ondansetron 3 x 8 mg
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
Ceftazidim
3 x 500 mg
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|||
Nasea
1 x 1 amp
|
√
|
√
|
√
|
√
|
||||||
Paracetamol
3 x 500mg
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|||
Manitol
20%
|
√
|
|||||||||
5FU
|
√
|
|||||||||
Cisplatin
|
√
|
Pemberian Morfin
Tgl
|
Pemberian
|
Keterangan jam
|
|||||||
20/2/17
|
Morfin
10mg/24 jam
|
20
|
21
|
22
|
23
|
24
|
25
|
26
|
27
|
Renjatan
1 mg dan skala nyeri
|
19.50
(7-8)
|
20.00
(7-8)
|
21.00
(7-8)
|
22.00
(7-8)
|
23.00
(7-8)
|
2.00
(7-8)
|
3.00
(7-8)
|
5.00
(7-8)
|
|
21/2/17
|
Morfin
20mg/24 jam
|
||||||||
Renjatan
3-5mg dan skala nyeri
|
12.00
(9)
|
14.00
(8-9)
|
16.00
(8-9)
|
23.00
(8-9)
|
5.00
(8-9)
|
||||
22/2/17
|
Morfin
20mg/24 jam
|
||||||||
Renjatan
5 mg dan skala nyeri
|
9.00
(6-7)
|
||||||||
23/2/17
|
Morfin
20mg/24 jam
|
||||||||
Renjatan
5 mg dan skala nyeri
|
12.00
(9)
|
13 (9)
|
Perhitungan dosis renjatan morfin :
Tgl
20/2/17
Sebanyak 8
renjatan : 10 + 8 mg = 18 x 10%= 1.8 ≈2mg
Dosis
morfin hari berikutnya : 18 mg≈ 20mg/24 jam
XI. DRUG
RELATED PROBLEM
a. Kesesuain
dosis
Obat
|
Dosis
literature
|
Intruksi
dokter
|
Rekomendasi
|
Dexamthason
|
Pramedikasi
kemo:
>0.6
m2: 4 mg/dosis iv/po tiap 12 jam
≤0.6m2
: 2 mg/dosis iv/po tiap 12 jam
|
3 x 2
mg po
LPT
pasien : 1,28
Dosis
: 4 mg/dosis iv/po tiap 12 jam
|
Dosis
dapat ditingkatkan menjadi 4 mg/dosis pemberian tiap 8 jam
|
Ondansetron
|
Pramedikasi
kemo:
0,15mg/kg
(max 16) terbagi 3 dosis (frank shann 2017)
|
3 x 8
mg iv
|
Sesuai
|
Ceftazidim
|
Profilaksis
Febrile neutropenia :
30-50
mg/kg tiap 8 jam
|
3 x
500 mg iv
|
Sesuai
|
Paracetamol
|
Demam
:
10-15
mg/kg/dose every 4-6 hours
|
3 x
500 mg drip
|
Sesuai
|
Nasea
|
b. Reaksi
obat merugikan faktual
Obat
|
Reaksi
obat
|
Manajemen
ROM
|
Cisplatin
5FU
|
Mual
muntah
|
Diberikan
pramedikasi dexametason 3 x 2 mg
Ondansetron
3 x 8mg
Mual-muntah
teratasi
|
5FU
|
Merah-merah
dan gatal-gatal dibadan
|
Diberika
dexamtason 1 x 4 mg
|
c. Interaksi
obat
Obat
|
Mekanisme interaksi
|
Manajemen
|
Cisplatin
+ dexametason
(moderate)
|
Penggunaan
bersama kortikosteroid akan menurunkan kalium dan berisiko hypokalemia
|
Monitoring
kadar kalium serum terutama pada pasien dengan kadar kalium rendah, jika perlu
berikan supplementary kalium.
Waspada
tanda-tanda: lemah, lethargy nyeri otot dank ram (hypokalemia)
|
Cisplatin
+ 5FU
|
Penggunaan
bersamaan meningkatkan risiko imunosupresi dan myelotoxicity
|
Monitoring
hematologi dan non hematologi,
|
d. Drug
Related problem
Drug Related Problem
|
Keterangan
|
Ada indikasi tetapi
tidak diterapi
|
Tidak
ada
|
Pemberian obat tanpa
indikasi
|
Tidak
ada
|
Pemberian obat yang
tidak tepat
|
Tidak
ada
|
Dosis terlalu tinggi
|
Tidak
ada
|
Dosis terlalu rendah
|
✓
|
Reaksi obat merugikan
|
✓
|
Interaksi obat
|
✓
|
Kepatuhan
|
Tidak ada
|
XII. PEMBAHASAN
Pasien An. S usia 13 tahun
direncanakan mendapat kemoterapi lanjutan atas diagnosis karsinoma nasofaring
yang diderita sejak 2015 lalu. Sebelum
mendapat kemoterapi pemeriksaan laboratorium dan jantung dilakukan untuk
mengkonfirmasi apakah kemoterapi dapat dilakukan. Setelah dilakukan pemeriksaan hematologi secara
keseluruhan normal dan jantung, ginjal pasien juga normal sehinga mendukung
untuk diberikan kemoterapi. Pemberian
kemoterapi dilakukan berdasarkan intruksi dokter yang mengacu pada standar
protocol kemoterapi untuk karsinoma nasofaring. Terapi pramedikasi perlu diberikan, sesuai dengan level risk emetogenic regimen Cisplatin
dan 5FU adalah tergolong high emetic risk
.1Terapi pramedikasi mual muntah yang
diberikan adalah dexametason 3 x 2 mg dan ondansetron 3 x 8 mg. Pemberian ini
sudah sesuai dengan guideline terapi suportif NCCN dan COG.1,4
Regimen kemoterapi yang diberikan adalah
cisplatin 100mg/m2 dan 5FU 1000mg/m2, regimen ini sesuai
dengan literature protocol untuk karsinoma nasofaring (KNF). Terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan pada saat akan memberikan cisplatin. Obat ini
bersifat nefrotoksik, sehingga fungsi ginjal
perlu dikoreksi. Jika
pasien memiliki penurunan
fungsi ginjal maka
diperlukan penyesuaian
dosis. Untuk menghindari terjadinya kerusakan ginjal oleh cisplatin diperlukan
hidrasi yang adekuat 1-2 L selama 24 jam sebelum pemberian cisplatin.
Pemberian Hidrasi pada pasien anak,
dengan dosis cisplatin ≥80mg/m2 diberikan prehidrasi dengan 125mL/m2/jam
minimal 2 jam untuk meningkatkan output urin >100mL/m2/jam
sehingga total selama 24 jam 3000mL.2 Pada An.S diberikan hidrasi
larutan 2 A selama 24 jam kemudian hari berikutnya diberikan 2A + KCL 14mEq +
Ca gluconas 10mg+ MgSO4 0.85 mg dalam 3000mL selama 24 jam. 30 menit sebelum
pmberian cisplatin diberikan mannitol 20% dalam 210 mL secara iv drip kemudian
cisplatin 128 mg dalam 500mLNS 0.9%
secara iv drip selama 18 jam. Setelah cisplatin selesai diberikan 2 jam kemudian
5FU 1280 mg diberikan secara iv drip dalam 500 ml NS 0.9% selama 18 jam. Pemberian kemoterapi pada
pasien An.S sudah sesuai dengan protocol kemoterapi KNF.Nefrotoksik dapat
ditandai dengan adanya hipomagnesia, peningkatan kreatinin serum dan ureum,
proteinemia, glukosuria. Onset penurunan fungsi ginjal dimulai setelah
pemberian cisplatin dan dapat recovery setelah 2-4 minggu, namun risiko
nefrotoksik permanen mungkin terjadi.3
Manajemen nyeri berdasarkan
guideline WHO two step ledder. Pada pasien An. S mengeluhkan nyeri
akibat kanker nya dengan skala nyeri 8-9 diatasi dengan pemberian morfin dosis
10mg tiap 4 jam dalam syringe pump.
Dosis rejatan morfin yang dapat diberikan adalah 1 mg tiap satu kali renjatan.
Pada hari pertama pasien mengalami 8 kali renjatan, untuk perhitungan dosis
berikutnya adalah jumlah total dosis sehari ditambah jumlah dosis renjatan
dalam sehari diperoleh 18mg/hari sehingga pemberian berikutnya adalah 18mg/hari
atau 20 mg dengan dosis renjatan 2 mg. Saat ini skala nyeri pasien kisaran 2-3
dengan dosis morfin 20mg/24 jam dengan dosis renjatan 5 mg.
Pasien
An. S mangalami demam dan leukositosis setelah diberikan kemoterapi hari
pertama, kemudian kemoterapi ditunda untuk penanganan febrile pasien. Pasien
diberikan paracetamol 3 x 500 mg iv drip untuk menurunkan demam pasien serta
pemberian antibiotic ceftazidim
(generasi 3rd ) yang memiliki aktivitas terhadap gram positif dan
negatif. Febrile neutropenia (FN)
kondisi dimana jumlah sel neutrophil dibawah rendah (<500 cell/mm3)
dan disertai demam (>38˚C), yang disebabkan oleh efek samping penggunaan
obat kemoterapi. Sel neutrophil
diketahui sebagai sel proteksi/sel imunitas, sehingga turunya jumlah sel ini
dapat mengakibatkan seseorang mudah infeksi. Beberapa faktor
risiko dan komorbid mendukung terjadinya FN, salah satu diantaranya adalah
apabila seseorang memiliki penyakit sistem imun (imuncompromised). Penggunaan kateter juga menjadi salah satu faktor risiko seseorang akan mudah infeksi. Pada pasien
ini belum diketahui secara pasti apakah pasien mengalami FN, karena gejala
pertama yang dapat diketahui adalah adanya demam. Oleh sebab itu pada hari pertama kemoterapi dokter
menunda kemoterapinya karena kondisi pasien yang demam tinggi. Diduga pasien ini mengalami FN jika
dilihat dari tanda-tanda febris nya. Dokter memberikan antibiotik profilaksis
sesuai dengan guideline terapi
antibiotik untuk FN, jenis yang dapat diberikan
adalah golongan β-laktam seperti sefalosporin generasi ke-3
(cefepim,ceftazidim), karbapenem (meropenem), dan golongan non β-laktam seperti fluoroquinolon,
aminoglikosida dan vancomisin. Ceftazidim merupakan golongan sefalosporin
generasi ke 3 yang memiliki aktivitas spectrum yang luas, pemberian ini sudah
sesuai dengan guideline terapi
antibiotic secara empiris untuk FN.8
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kemenkes,
2012. Pedoman nasional pelayanan kedokteran kanker nasofaring
2.
NCCN
2016, supportive therapy cancer
3.
BC
Cancer Agency Drug Manual 2016
4.
Tracy
Parry-Jones, 2015.Hydration Protocol for Cisplatin Chemotherapy, Betsi
Cadwaladr University Health.
5.
COG,
2016. COG Supportive Care Endorsed
Guidelines.
6.
WHO,
2012. Guidelines on the pharmacological treatment of persisting pain in
children with medical illnesses
7.
Novie
Amelia C, Gitta Cempako, Endang Windiastuti, 2011. Kanker Nasofaring pada
Anak. Saripediatri. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta .
8.
Alison
G. Freifeld, Eric J. Bow, Kent A. Sepkowitz, Michael J. Boeckh, James I. Ito,
Craig A. Mullen, Issam I. Raad, Kenneth V. Rolston, Jo-Anne H. Young, and John
R. Wingard,2010. Clinical Practice Guideline for the Use of Antimicrobial
Agents in Neutropenic Patients with Cancer: 2010
Update by the Infectious Diseases Society of America. IDSA Guideline.
Komentar
Posting Komentar