Langsung ke konten utama

REAKSI HIPERSENSITIVITAS


Tubuh memiliki kemampuan dalam memproteksi diri. Salah satu bentuk proteksi tubuh ialah nya ialah sistem imun. Ada dua jenis respon imun yakni respon imun nonspesifik dan spesifik. Respon imun inilah yang akan memproteksi tubuh terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi juga juga dapat menimbulkan hal yang merugikan bagi tubuh berupa penyakit yang yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi ini terbagi menjadi berbagai kelainan yang heterogen yang terjadi melalui berbagai cara.

Pertama, pembagian reaksi hipersensitivitas menurut waktu timbulnya reaksi.
Reaksi cepat, reaksi ini terjadi dengan cepat dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal. 

Reaksi Intermediet, timbul setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivitas kompelemen dan atau sel NK/ADCC. Manifestasi reaksi intermediet dapat berbentuk:
-    Reaksi transfusi darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun
- Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrosis, glomerulonefritis, arthritis reumatoid dan LES.
Reaksi intermediet diinisiasi oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK.

Reaksi Lambat, reaksi ini akan terlihat  kurang lebih 48 jam setelah pajanan dengan antigen yang trejadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas oleh sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contohnya dermatitis kontak, reaksi M. tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.

Kedua, Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs
Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombc dan Phillip HH Gell (1963) terbagi menjadi 4 tipe reaksi. Namun seiring dengan berkembangnya penemuan dan penelitian imunologi, telah dikembangkan beberapa modifikasi Gell dan Coombs yang terbagi lagi menjadi beberapa jenis tipe.

Klasifikasi Gell dan Coombs yang dimodifikasi (Tipe I-VI)


Mechanism
Symptom & sign
eg
Tipe I: IgE
Ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast dan basofil melepas mediator vasoaktif
Anfilaksis, urtikaria, angiodem, mengi, hipotensi, nasuea muntah, sakit abdomen, diare
Penisilin dan B-Lactam lain, enzim, antiserum, protamin, heparin antibodi monoklonal, ekstrak alergen, insulin
Tipe II: Sitotoksik (IgG dan IgM)
Ab terhadap antigen permukaan sel menimbulkan destruksi sel dengan bantuan komplemen atau ADCC
Agranulositosis
Anemia hemolitik

Trombositipenia
Metamizol, fenotiazin
Penisilin, sefalosporin, B-Laktam, kinidin, metildopa
Karbamazepin, fenotiazin, tiourasil, sulfonamid, antikonvulsan, parasetol, PTU, Sulfonamid
Tipe III: Kompleks imun (IgG dan IgM)
Komples Ag-Ab mengaktifkan komplemen dan respon inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil
Panas, urtikaria, atralgia, limfadenopati
Serum sickness
B-laktam, sulfonamid,
 Fenitoin, streptomisin
Serum xenogenik, penisilin, globulin, anti-timost.
Tipe IV: hipersensitivitas selular
Sel Th1 yang didesintisasi melepas sitokin yang mengaktifkan makrofag atau sel Tc yang berperan dalam kerusakan jaringan. Sel Th2 dan Tc menimbulkan respon sama
Eksim (juga sistemik)
Eritema, lepuh, pruritus


Fotoalergi


Penisilin, anastetik lokal
Antihistamin topikal, neomisi, pengawet, eksipien (paraben)

Salisilanilid (halogeneted)
Tipe V : reaksi Granuloma
Granuloma
Ekstrak alergen, kolagen larut
Tipe VI: Hipersensitivitas stimulasi
(LE yang diinduksi obat) Resistensi Insulin
Hidralazin, Prokainamid Ab terhdap insulin (IgG)

Reaksi tipe I
Disebut juga reaksi cepat atau anafilaksis atau reaksi alergi, yang terjadi segera setelah terpajan alergen. Alergen yang masuk menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma dan dermatitis atopik.

Ada 3 fase terjadinya reaksi ini:
Fase sensitasi
Tubuh membentuk IgE hingga diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast/basofil.
Fase aktivasi
Waktu yang dibutuhkan antara pejanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.
Fase Efektor
Waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktvitas farmakologi.

Manifestasi
manifestasi dapat berupa derajat ringan, sedang hingga berat dan keadaan yang mengancam jiwa seperti anafilaksis dan asma berat. Ada 3 reaksi pada tipe I pertama, Reaksi lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergen masuk. Reaksi sistemik-anafilaksis merupakan reaksi tipe I yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja. reaksi ini dipicu oleh alergen seperti makanan, obat, sengatan serangga, latihan jasmani dan bahan diagnostik. 2/3 pasien dengan anafilaksis, tidak dapat teridentifikasi dengan jelas pemicu spesifiknya. Ketiga Pseudoalergi atau anafilaktoid, reaksi ini merupakan reaksi sistemik umum yang melibatkan pelepasan mediator sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme melalui jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritus tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. manifestasi klinisnya mirip sehingga agak sulit dibedakan. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terlebih dahulu untuk menimbulkan sensitasi. Faktor pencetus anafilaktoid antaralain, Antimikroba, protein, AINS, penisilin. 

Perbedaan Anafilaksis dan anafilaktoid

Alergi
Pseudoalergi
Perlu sensitasi
Tidak perlu sensitiasi
Reaksi setelah pejanan berulang
Reaksi pada pejanan pertama
Jarang (<5%)
Sering (>5%)
Gejala klinis khas
Tidak khas
Dosis pemicu kecil
Dose dipendent
Ada kemungkinana riwayat keluarga
Tidak ada kaitan dengan riwayat kluarga
Pengaruh fisiologi sedang
Pengaruh fisiologi kuat

Reaksi Tipe II
Reaksi ini disebut juga reaksi sitotoksik atau sitosolik, yang terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan sel penjamu. Reaksi di inisiasi oleh reaksi antara antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah kompelen atau molekul asesori dan metabolisme dilibatkan. Reaksi ini dapat menunjukkan berbagai manifestasi klinik.

Reaksi transfusi, terjadi misal nya pada kondisi bila darah individu A mendapat transfusi darah B terjadilah reaksi transfusi, oleh sebab itu anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yang menimbulkan kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskuler. Reaksi dapat berlangsung cepat dan lambat. Reaksi cepat biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas gol darah ABO yang dipicu oleh IgM. Reksi lambat terjadi pada mereka yang pernah menerima transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah lainya. Reaksi ini terjadi 2-6 hari setelah transfusi.

Penyakit hemolitik bayi baru lahir, reaksi ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah Rhesus negatif dan janin dengan Rhesus positif. 

Anemia Hemolitik, terjadinya lisis dan anemia progresif yang disebabkan karena Antibiotik tertentu (penisilin, sefalosporin, streptosmisin). Antibiotik ini akan diabsorpsi nonspesifik pada protein membran sel darah merah yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa. Pada beberapa penderita, komplesk membentuk antibodi yang selanjutnya mengikat obat pada sel darah merah dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis. 


Reaksi Tipe III

Reaksi lokal atau fenomena arthus, tipe ini dapat terjadi intrapulmuner yang diinduksi kuman, spora jamur, atau protein fekal kering yang dapat menimbulkan pneumonitis atau alveolitis atau farmer's lung. 

Reaksi Tipe III sistemik-serum sickness, dahulu reaksi tipe ini sering terlihat pada pemberian antitoksin yang mengandung serum asing seperti antitetanus atau antidifteri asal kuda. Antibodi yang berperan biasanya IgM dan IgG. Reaksi Herxheimer adalah serum sickness yang terjadi setelah pemberian pengobatan penyakit kronis (sifilis, tripanosomiasis dan bruselosis). Bila mikroorganisme dihancurkan dalam jumlah besar juga melepas sejumlah antigen yang cenderung bereaksi dengan antibodi yang sudah ada dalam sirkulasi. 


Reaksi Tipe IV 

CD4+ dan CD8+ berperan dalam reaksi tipe ini. Reaksi Hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam Delayed Type Hypersensitivity (DTH) tipe IV yang terjadi melalui sel CD4 dan Tcell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8. Reaksi jenis ini merupakan hipersensitivitas granulomatosis. Ada beberapa fase pada respon tipe ini yang dimulai dengan fase sensitasi yang membutuhkan 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Dalam fase ini Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Reaksi khas DTH seperti rspon imun lainya mempunyai 2 fase yang dapat dibedakan yaitu fase sensitasi dan fase efektor.
 


Refference:
Imunologi Dasar, Ed 10, Karnen Garna Baratawidjaja, Iris Rengganis. FK UI. 2012.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

OFF LABEL DRUG USE

(by: Dwi Aulia Ramdini, M. Farm., Apt) Di masa yang akan datang, akan semakin banyak dokter yang meresepkan obat off label . sebenarnya apa sih obat off label itu? obat off label ialah obat diluar indikasi yang tertera dalam label  dan belum atau diluar persetujuan oleh badan atau lembaga yang berwenang atau kalau di Indonesia  Badan POM, di US FDA ( Food Drug Administration ). Obat yang telah disetujui atau approved oleh FDA atau BPOM akan mendapat label approved yang berisi informasi tentang cara dan dosis penggunaanya berdasarkan hasil uji klinis. Peresepan atau penggunaan obat off label ini sangat umum sekali saat ini. Sebagian orang mungkin akan khawatir dengan marak nya dokter yang meresepkan obat off label jika mengetahui bahwa obat off label diluar persetujuan oleh badan yang  berwenang. Di Atlanta, seorang pasien bernama Murphy mengaku bahwa ia terkejut setelah  menyadari bahwa ia menggunakan nadolol (golongan beta-blocker ) selama bertahun-ta...

Kajian Resep Hipertensi

KAJIAN RESEP (Screening Resep)    kelengkapan adminitrasi   Diagnose dan keluhan lain -           Hipertensi stage II -           DM tipe II NO Jenis kelengkapan Ket. Ya Tidak 1 Nama pasien, jenis kelamin, √ 2 Berat badan √ 3 Alamat pasien √ 4 Nama dokter √ 5 SIP √ 6 Paraf √ 7 Alamat √ 8 No telepon √ 3 Tanggal penulisan resep √  Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium No. Jenis pemeriksaan Hasil Harga normal satuan 1. Tekanan ...