Langsung ke konten utama

TATALAKSANA PEMBERIAN ANTIRETROVIRAL

TATALAKSANA PEMBERIAN ANTIRETROVIRAL

Pasien yang telah dinyatakan terinfeksi HIV harus menjalankan serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi. Tujuanya adalah untuk menilai, apakah pasien sudah memenuhi syarat untuk terapi antiretroviral, menilai status supresi imun pasien, menentukan infeksi oportunistik yang pernah dan sedang terjadi dan menentukan paduan obat ARV yang sesuai (Kementrian Kesehatan 2011).
Setelah menentukan stadium klinis, pemeriksaan jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA (orang dengan HIVAIDS). Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis infeksi opurtunistik dan terapi ART. Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-100 sel/mm3/tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 –100 sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4 (Kementrian Kesehatan RI 2011). Pemeriksaan laboratorium pada pasien perlu dilakukan guna menginisiasi terapi ARV. Salah satu nya adalah pemeriksaan CD4 dan viral load (VL) digunakan sebagai pemantauan laboratorium atas indikasi gejala yang ada bertujuan untuk memantau keamanan dan toksisitas pada orang dengan HIV AIDS (ODHA) yang menerima terapi ARV. Terdapat tiga prinsip dalam pemberian ARV, pertama paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan berada dalam dosis terapeutik yang bertujuan untuk menjamin efektivitas penggunaan obat. Keduan membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan akses pelayanan ARV . ketiga menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan manajemen logistik yang baik (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Saat ini rejimen yang lebih sering digunakan adalah kombinasi NRTI atau NNRTI, Protease inhibitor (PI) mampu menurunkan kadar RNA HIV (B50 kopi/mL) pada 48 minggu dan meningkatkan CD4 pada sebagian besar pasien. (Usach et al., 2013). Sejumlah penelitian telah menunjukkan sebagian besar pasien dengan terapi awalan ARV pada jumlah CD4 350sel/uL mencapai jumlah CD4 diatas 500sel/uL dalam 6-12 bulan (Wright et al., 2011).
Pemilihan rejimen didasarkan pada efek yang diharapkan, kenyamanan, komorbiditas, interaksi dengan obat lain dan pengujian resistensi terhadap obat ARV (Usach et al., 2013). Pemeriksaan CD4 perlu dilakukan diawal terapi ARV, jika pemeriksaan CD4 tidak tersedia, dapat didasarkan pada penilaian klinis saja. Berikut adalah tabel rekomendasi kriteria penggunaan ARV.
Tabel 2. Saat Memulai terapi ARV
Target Populasi
Stadium Klinis
Jumlah sel CD4
Rekomendasi
ODHA dewasa

Stadium klinis 1 dan 2
 > 350 sel/mm3
Belum mulai terapi. Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan.
< 350 sel/mm3
Mulai terapi
Stadium klinis 3 dan 4
Berapapun jumlah sel CD4
Mulai terapi
Pasien dengan ko-infeksi TB
Apapun Stadium klinis
Berapapun jumlah sel CD4
Mulai terapi
Pasien dengan ko-infeksi Hepatitis B Kronik aktif
Apapun Stadium klinis
Berapapun jumlah sel CD4
Mulai terapi
Ibu hamil
Apapun stadium klinis
Berapapun jumlah sel CD4
Mulai terapi

Tabel 3. Paduan Antiretroviral Lini pertama yang direkomendasikan Kementrian Kesehatan RI

Bedasarkan ketersediaan dan pedoman terapi ARV merekomendasikan Rejimen Lini Pertama yaitu 2 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) dan 1 Non-nucleoside Reverse Transcriptase (NNRTI). Kementrian Kesehatan RI merekomendasikan 4 macam (Tabel 2) regimen antiretroviral, antara lain AZT (Zidovudin) + 3TC (Lamivudin) + NVP (Nevirapine), AZT+ 3TC+ EFV, TDF+ 3TC (atau FTC) + NVP, TDF+ 3TC (atau FTC) + EFV. Pemberian antiretroviral (ARV) dapat menekan replikasi virus HIV, menurunkan viral load (VL), mencegah perburukan tanda dan gejala HIV, memperlambat progesivitas penyakit, menurunkan kejadian infeksi oportunistik dan tumor, melindungi limfosit T-CD4 dari kerusakan, memperbaiki sistem imun dan mungkin dapat meningkatkan jumlah sel T (Grulich, 2009)
Tabel 4. Paduan Lini Pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa yang belum pernah mendapat terapi Antiretroviral (Treatmen-naïve)
Populasi target
Pilihan yang direkomendasikan
Catatan
Dewasa dan anak
AZT atau TDF + 3TC (atau FTC) + EFV atau NVP
Merupakan pilihan paduan yang sesuai untuk sebagian besar pasien gunakan FDC jika tersedia
Perempuan Hamil
AZT+ 3TC+EFV atau NVP
Tidak boleh menggunakan EFV pada trimester pertama TDF bisa merupakan pilihan
Ko-infeksi HIV/TB
AZT atau TDF + 3TC (FTC) + EFV
Mulai terapi ARV segera setlah terapi TB dapat ditoleransi (antara 2 minggu hingga 8 minggu) gunakan NVP atau triple NRTI bila EFV tidak dapat digunakan
Ko- infeksi HIV/Hepatitis B Kronik aktif
TDF + 3TC (FTC)+ EFV atau NVP
Pertimbangkan pemeriksaan HBsAg terutama bila TDF merupakanpaduan lini pertama. Diperlukan penggunaan 2-ARV yang memiliki aktivitas anti-HBV

1.1.1        NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)
NRTI adalah jenis pertama untuk mengobati HIV, memiliki keunggulan lebih efektif, poten, dan lebih mudah dikombinasikan dengan obat ARV lain.  Obat ini bekerja dengan memblok enzim reverse transcriptase sehingga HIV tidak dapat bereplikasi menjadi virus baru. Obat ini menjadi pilihan utama dalam regimen ARV yang dikombinasikan dengan NNRTI (Non-nucleoside reverse transcriptase reverse), PI (Inhibitor Protease). golongan NRTI meliputi Zidovudin (AZT), Stavudin (d4T), Lamivudin (3TC), Zacitabin (ddC), didanosin (ddl), Abicavir (ABC), dan analog nukletida tenovir. NRTI diubah secara intraseluler dalam 3 tahap penambahan 3 gugus fosfat dan selanjutnya berkompetisi dengan natural nukleotida menghambat reverse transcriptase (RT) sehingga perubahan RNA menjadi DNA terhambat. Selain itu NRTI juga menghentikan pemanjangan DNA. NtRTI merupakan analog nukleotida yang menghambat replikasi HIV sama dengan NRTI tetapi hanya memerlukan 2 tahapan proses fosforilasi (Departemen Kesehatan, 2006).
Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI) adalah obat antiretroviral pertama kali diperkenalkan ke dalam praktek klinis dan merupakan landasan dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dikaitkan dengan berbagai efek samping, termasuk myelosupresi, pankreatitis, gastrointestinal (GI) intoleransi, neuropati perifer, miopati, dan asidosis laktat. Banyak efek samping tersebut muncul akibat toksisitas ARV (Ighovwerha dan Claire, 2003). Toksisitas NRTI berupa toksisitas mitokondria (Mitochondrial Toxicity), yang dapat bermanifestasi sebagai neuropati perifer, miopati, lipoatrofi, atau steatosis hati. Obat-obat ARV yang termasuk NRTI antara lain, abacavir, emtricitabine, lamivudin, stavudin, zidovudin dan tenofir (Asa et al., 2014).
Hampir semua obat golongan NRTI (ddC, 3TC, FTC dan TFV) dieliminasi dalam bentuk tidak berubah diurin. Namun sekitar 74% dosis zidovudin berubah setelah konversi ke %-O glukoronida, setelah dimetabolisme oleh UDP-glucoronyl-transferase (UGT) dan sebagian kecil dimetabolisme ke 3-amino yang mengandung metabolit oleh CYP 450 dan enzim reduktase diikuti dengan filtrasi metabolit di ginjal ( Selwyn dan Raymond, 2012). TDF dikaitkan dengan peningkatan kejadian efek samping terhadap ginjal yang ditandai dengan kerusakan tubulus ginjal, penurunan klirens kreatinin, proteinuria, glucosuria, phosphaturia. Risiko efek samping tersebut akan memparah kondisi ginjal pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal (Selwyn dan Raymond, 2012). 

1.1.2        NNRTI (Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)
Obat antiretroviral yang tergolong NRTI (Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) antara lain; Nevirapine (NVP), Delavirdine (DLV), Efavirenz (EFV),Etravirine (ETR) dan rilpivirine (RPV) yang baru-baru ini di setujui oleh FDA (Food and Drug Administration) (Usach et al., 2013). Golongan ini mencegah replikasi HIV-1 melalui inhibisi reverse transcriptase non kompetitif.  Obat ini tidak aktif menghambat HIV-1 strain O, HIV-2 atau retrovirus hewan. NNRTI dimetabolime di hati oleh enzim sitokrom P450 (CYP) terutama oleh CYP3A4 dan glucoronoconjugation. Selain itu obat ini bertindak sebagai penginduksi atau inhibitor obat lain pada saat dimetabolisme oleh CYP (Dickinson et al., 2010).

NNRTI Generasi pertama NVP, EFV dan DLV lebih mudah menimbulkan resistensi karena memiliki barrier genetic yang rendah sehingga hanya membutuhkan satu mutasi untuk menyebabkan resisten. Sedangkan generasi kedua mempunyai barrier genetic yang tinggi untuk resistensi. Disamping itu generasi kedua NNRTI mempunyai beberapa keuntungan diantaranya, dosis yang nyaman dan dapat diformulasikan dengan ARV lain (Das et al., 2005). Secara umum NNRTI dapat ditoleransi baik, meskipun efek hepatotoksisitas cukup tinggi oleh nevirapin (NVP ) dan efaviren (EFV) yang mempengaruhi sistem saraf pusat
(Podzamczer dan Fumero, 2001). 

2.4.3    Protease Inhibitor (PI)
Inhibitor protease merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam terapi kombinasi. Dalam rejimen kombinasi ARV disukai, dan tingkat resistensi lebih rendah dibandingkan dengan NNRTI. Namun penggunaa PI dalam jangka panjang akan menurunkan kepatuhan pasien mengingat efek samping PI yang cukup sering timbul (Zhengtong et al., 2015). Golongan Protease inhibitor diantaranya saquinavir (SQV), indinavir (IDV) dan nelfinavir (NFV). Mekanisme kerja Protease Inhibitor adalah berikatan secara reversible dengan enzim protease yang mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain. PI adalah ARV yang potensial (Departemen Kesehatan, 2006).
Efikasi dari kombinasi inhibitor protease (PI) dengan dua NRTI telah digunakan dalam 3 periode ini, namun kegagalan terapi dilaporkan 40-60% pada  pasien yang menerima rejimen yang mengandung PI. Hal ini dikaitkan dengan karakteristik farmakokinetik PI yang kurang baik. Jika diberikan dalam bentuk tunggal obat ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya waktu t ½ eliminasi yang relatif singkat dan bioavailibitas oral yang rendah karena dipengaruhi oleh makanan. Kondisi tersebut diatasi dengan dosis tinggi dan  tidak menggunakan obat bersama makanan. Namun hal ini akan mengurangi kepatuhan pasien dalam meminum obatnya, oleh sebab itu obat ini sering dikombinasikan dengan obat lain. Kombinasi PI akan meningkatkan potensi ARV dan kepatuhan pasien karena dosis PI menjadi berkurang (Van et al, 2001). Obat ARV golongan Protease Inhibitor (PI) tidak dianjurkan untuk terapi Lini Pertama, hanya digunakan sebagai Lini Kedua. Penggunaan pada Lini Pertama hanya bila pasien benar-benar mengalami Intoleransi  terhadap golongan NNRTI (Efavirenz atau Nevirapine). Hal ini dimaksudkan untuk tidak menghilangkan kesempatan pilihan untuk Lini Kedua. mengingat sumber daya yang masih terbatas (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Tubuh memiliki kemampuan dalam memproteksi diri . S alah satu bentuk proteksi tubuh ialah nya ialah sistem imun. Ada dua jenis respon imun yakni respon imun nonspesifik dan spesifik. R espon imun inilah yang akan memproteksi tubuh terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi juga juga dapat menimbulkan hal yang merugikan bagi tubuh berupa penyakit yang yang disebut reaksi hipersensitivitas . Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi ini terbagi menjadi berbagai kelainan yang heterogen yang terjadi melalui berbagai cara. Pertama, pembagian reaksi hipersensitivitas menurut waktu timbulnya reaksi . Reaksi cepat , reaksi ini terjadi dengan cepat dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal.  Reak...

OFF LABEL DRUG USE

(by: Dwi Aulia Ramdini, M. Farm., Apt) Di masa yang akan datang, akan semakin banyak dokter yang meresepkan obat off label . sebenarnya apa sih obat off label itu? obat off label ialah obat diluar indikasi yang tertera dalam label  dan belum atau diluar persetujuan oleh badan atau lembaga yang berwenang atau kalau di Indonesia  Badan POM, di US FDA ( Food Drug Administration ). Obat yang telah disetujui atau approved oleh FDA atau BPOM akan mendapat label approved yang berisi informasi tentang cara dan dosis penggunaanya berdasarkan hasil uji klinis. Peresepan atau penggunaan obat off label ini sangat umum sekali saat ini. Sebagian orang mungkin akan khawatir dengan marak nya dokter yang meresepkan obat off label jika mengetahui bahwa obat off label diluar persetujuan oleh badan yang  berwenang. Di Atlanta, seorang pasien bernama Murphy mengaku bahwa ia terkejut setelah  menyadari bahwa ia menggunakan nadolol (golongan beta-blocker ) selama bertahun-ta...

Kajian Resep Hipertensi

KAJIAN RESEP (Screening Resep)    kelengkapan adminitrasi   Diagnose dan keluhan lain -           Hipertensi stage II -           DM tipe II NO Jenis kelengkapan Ket. Ya Tidak 1 Nama pasien, jenis kelamin, √ 2 Berat badan √ 3 Alamat pasien √ 4 Nama dokter √ 5 SIP √ 6 Paraf √ 7 Alamat √ 8 No telepon √ 3 Tanggal penulisan resep √  Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium No. Jenis pemeriksaan Hasil Harga normal satuan 1. Tekanan ...